Jumat, 05 November 2010

Peristiwa sejarah yang memperkuat atau memperlemah integrasi nasional

Nama : Ayu Chandrawati
NIM : D1609011
Kelas : PR A
Peristiwa sejarah yang memperkuat atau memperlemah integrasi nasional
• Memperkuat

1. Insiden Penyobekan Bendera di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Setelah munculnya maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia, gerakan pengibaran bendera makin meluas ke segenap pelosok kota.
Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya, susul menyusul bendera dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan, gedung Gubernuran sekarang, Jl Pahlawan) yang terletak di muka gedung Kempeitai (sekarang Tugu Pahlawan), di atas gedung Internatio, disusul barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera merah putih datang ke Tambaksari (lapangan Gelora 10 November) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya.
Pada 18 September 1945, datanglah di Surabaya (Gunungsari) opsir-opsir Sekutu dan Belanda dari Allied Command (utusan Sekutu) bersama-sama dengan rombongan Intercross dari Jakarta.
Rombongan Sekutu oleh Jepang ditempatkan di Hotel Yamato, Jl Tunjungan 65, sedangkan rombongan Intercross di Gedung Setan, Jl Tunjungan 80 Surabaya, tanpa seijin Pemerintah Karesidenan Surabaya. Dan sejak itu Hotel Yamato dijadikan markas RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees, Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran).
sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan hari ketika pemuda Surabaya melihatnya, seketika meledak amarahnya. Mereka menganggap Belanda mau menancapkan kekuasannya kembali di negeri Indonesia, dan dianggap melecehkan gerakan pengibaran bendera yang sedang berlangsung di Surabaya.
Begitu kabar tersebut tersebar di seluruh kota Surabaya, sebentar saja Jl. Tunjungan dibanjiri oleh rakyat, mulai dari pelajar berumur belasan tahun hingga pemuda dewasa, semua siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Massa terus mengalir hingga memadati halaman hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh massa dengan luapan amarah. Agak ke belakang halaman hotel, beberapa tentara Jepang tampak berjaga-jaga. Situasi saat itu menjadi sangat eksplosif.
Tak lama kemudian Residen Sudirman datang menyibak kerumunan massa lalu masuk ke hotel. Ia ingin berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawan. Dalam perundingan itu Sudirman meminta agar bendera Triwarna segera diturunkan.
Melihat gelagat tidak menguntungkan itu, pemuda Sidik dan Hariyono yang mendampingi Sudirman mengambil langkah taktis. Hariyono segera membawa Sudirman ke luar, sementara Sidik terus bergulat dengan Ploegman dan mencekiknya hingga tewas.
Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui kejadian itu langsung merangsek masuk ke hotel dan terjadilah perkelahian di ruang muka hotel. Sebagian yang lain, berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.
Akhirnya ia bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Massa rakyat menyambut keberhasilan pengibaran bendera merah putih itu dengan pekik "Merdeka" berulang kali, sebagai tanda kemenangan, kehormatan dan kedaulatan negara RI.
Kemudian meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-serangan kecil itu ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang hampir membinasakan seluruh tentara Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945.
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.
Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Sumber : www.infospesial.com

2. Peristiwa sumpah pemuda
Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudia mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Orang Indonesia Asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah Pemuda versi orisinal:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumber : wikipedia.com

• Memperlemah
1. Kasus Freeport
Kasus Freeport akan berulang terus
Rakyat Merdeka Kamis, 21 Desember 2006
RUU Penanaman Modal Asing Perlu Dikritisi
Penanaman modal asing perlu dikritisi, diatur, dan dibatasi. Kesejahteraan rakyat banyak harus dikedepankan. Kalau tidak, kasus penguasaan kekayaan alam seperti yang terjadi di Papua oleh PT Freeport, yang menempatkan negara dan rakyat menjadi penonton akan terus berulang.
KOORDINATOR Koalisi Anti Utang (KAU) Kuspriyadi menjelaskan, Rancangan Undang-undang Penanaman Modal Asing (RUU PMA) sangat rentan bagi struktur perekonomian nasional. Pasalnya, dalam RUU PMA itu tidak diatur sektor industri mana saja yang bisa dimasuki oleh investor asing. Dengan begitu, pemodal asing bisa masuk ke semua sektor ekonomi mana pun di Tanah Air.
Bahkan, Ardi—sapaan Kuspriyadi—pun menilai RUU PMA cuma dilahirkan untuk
memberikan legitimasi hukum kepada pemodal asing. “Rancangan ini jelas sekali arahnya, Indonesia akan terus dikuasai oleh pemodal-pemodal asing. Di mana sekarang ini Indonesia memang sudah dikuasai oleh asing. Nah lewat rancangan ini pemodal ini akan dilindungi oleh aspek hukum,” katanya pada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut dia, dengan tidak ada pembatasan penanaman modal kepada asing, industriindustri nasional yang menjadi hajat hidup rakyat banyak pun sangat terbuka dimiliki asing. Dengan begitu, diperkirakan rakyat akan kembali dirugikan. Selain itu, tidak ada perbedaan perlakuan antara pemodal asing dan pemodal domestik.
“Itu semua tercermin dalam pasal-pasal dalam RUU PMA. Ini jelas pelanggaran konstitusi UUD 1945, di mana Pasal 33 mengatakan aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat dikuasai oleh asing. Kalau RUU ini jadi untuk disahkan tanpa melihat kepentingan nasional akan memberikan dampak yang akan bermuara
pada kesengsaraan rakyat. Negara juga dirugikan,” katanya. Dia mencontohkan rakyat yang akan menjadi korban akibat undang-undang yang serupa. Kejadian yang sekarang menimpa rakyat Papua dalam penandatangan kontrak karya (KK) dengan PT Freeport dilakukan tidak lama setelah Soeharto menandatangani UU Penanaman Modal Asing 1967.
“Kita lihat sekarang bagaimana nasib rakyat Papua, jelas sekali kan,” tandasnya. Ditambah lagi dengan tidak adanya pemasukan negara yang maksimal diterima Indonesia dari keberadaan Freeport. “Ini kan membuktikan Penanaman Modal Asing tidak berguna untuk memasukkan kas negara, hanya untuk kepentingan pemodal. Makanya harus dihentikan. Kalau tidak, kasus Freeport akan terus berulang, negara rugi, rakyat terus sengsara,” jelasnya.
Ardi pun meminta pemerintah untuk fokus pada perbaikan ekonomi dengan mengandalkan sumber daya dalam negeri. Yaitu dengan melakukan pembenahan di bidang fiskal, moneter dan perbankan. “Pemerintah juga harus dapat menghentikan kontrak dengan asing seperti Freeport, Cepu dan Exxon,” katanya.
Ada Kepentingan Asing
Senada dengan KAU, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dalam siaran persnya juga menyatakan menolak RUU PMA. Pasalnya, rancangan ini sangat berbau internasionalisasi modal. Ditambah dengan lagi rancangan itu juga tidak melindungi hak atas pekerjaan rakyat Indonesia, di mana kaum buruh dapat dengan mudah terkena PHK karena perusahannya tutup. Selain itu, pemodal asing juga dapat dengan mudah untuk masuk dan pergi dari Indonesia. Siaran pers yang bertajuk “Negara jangan memperparah pelanggaran hak ekonomi sosial budaya masyarakat” itu juga memperlihatkan ketidakmandirian bangsa Indonesia. Disebutkan dalam bagian umum penjelasannya, RUU PMA jelas dilatarbelakangi oleh kesepakatan-kesepakatan yang lahir di WTO, APEC, dan ASEM. “Itu semua memperlihatkan bagaimana kepentingan asing mau berkuasa di Indonesia. Ini jelas sekali,” tulisnya.
Sebelumnya pada bulan Juli lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu menjelaskan, Rancangan Undang-undang Penanaman Modal Asing dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, transparansi dan tidak membeda-bedakan serta
memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri. Sasaran utama lainnya, menciptakan iklim bisnis yang kondusif sambil memprioritaskan kepentingan nasional.
RUU PMA saat ini tengah dibahas antara Pemerintah dan Komisi VI DPR. Pembahasannya sekarang sedang berada di tim kecil yang membahas hal-hal yang lebih strategis. RUU ini juga mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanama Modal Asing (PMA) dan UU Nomor 5 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kedua UU ini lah yang akan diadopsi oleh DPR dan pemerintah. Sebenarnya RUU ini sudah pernah akan dibahas pada pemerintahaan Megawati. Namun entah kenapa RUU ini tidak berlanjut ke pembahasan dengan DPR.
Sumber : harian rakyat merdeka

2. Keluarnya timor timur dari Indonesia
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Sumber : wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar